1.800 Rumah Dijangkau: Optimalisasi Kunjungan Rumah oleh 137 Kader Posyandu di Wilayah Talise Sepanj
Sebanyak 1.800 rumah di wilayah kerja UPTD Puskesmas Talise berhasil dikunjungi para kader posyandu sepanjang Februari hingga November 2025. Setiap bulan, 36 kader dari empat kelurahan turun melakukan kunjungan ke 180 rumah, dengan tugas masing-masing kader mendatangi 5 rumah. Kegiatan ini turut melibatkan lintas sektor, termasuk pemerintah kelurahan, serta koordinasi aktif dengan Bidan Wilayah, sehingga alur pelayanan dan penanganan kesehatan rumah tangga dapat berjalan terarah dan terkoordinasi. Program ini menjadi salah satu upaya percepatan layanan kesehatan masyarakat berbasis komunitas.
Tercatat sebanyak 32 persen warga memiliki masalah kesehatan yang memerlukan intervensi atau pemantauan lebih lanjut dari tenaga kesehatan. Dari total 452 masalah kesehatan yang ditemukan, sebagian besar masuk dalam kategori Non Compliance sebanyak 291 kasus (64%), yang terdiri dari ketidakpatuhan penderita hipertensi, diabetes, dan TBC dalam mengonsumsi obat secara rutin sehingga meningkatkan risiko komplikasi. Selain itu, terdapat 142 kasus Missing Service (31%), yaitu warga—terutama ibu hamil, balita, dan lansia—yang tidak mengakses layanan posyandu secara teratur, termasuk tidak melakukan penimbangan, imunisasi, atau pemeriksaan kehamilan. Kader juga menemukan 19 kasus Danger Sign (4%), salah satunya kasus penderita stroke yang membutuhkan penanganan segera dan rujukan ke fasilitas kesehatan. Sebagian temuan ini telah ditindaklanjuti oleh petugas puskesmas, melalui kunjungan lanjutan, pemeriksaan kesehatan, penerbitan rujukan, dan pemantauan rutin kepada warga berisiko.
Dalam pelaksanaannya, program kunjungan rumah menghadapi sejumlah kendala, seperti beberapa warga tidak berada di rumah pada saat kader datang, sehingga kunjungan harus dijadwalkan ulang. Selain itu, alamat yang tidak akurat atau sulit ditemukan turut memperlambat proses pendataan. Keterbatasan waktu kader—yang sebagian besar merupakan relawan—juga menjadi hambatan tersendiri, ditambah masih rendahnya kesadaran sebagian masyarakat dalam menerima kunjungan dan mengikuti anjuran kesehatan. Faktor-faktor ini membuat proses identifikasi dan tindak lanjut masalah kesehatan memerlukan koordinasi ekstra di lapangan.



